Asal Muasal Peyek Udang Yang Sudah Mendunia. Peyek udang, camilan renyah yang kini mendunia, telah menjadi salah satu ikon kuliner Indonesia yang tak lekang oleh waktu. Pada Oktober 2025, kelezatan peyek udang tak hanya memikat lidah lokal, tetapi juga jadi buruan di pasar internasional, dari kafe-kafe Asia di Eropa hingga toko oleh-oleh di Amerika. Dengan tekstur garing dan aroma udang yang khas, peyek udang menawarkan cita rasa sederhana namun adiktif, berpadu dengan rempah-rempah Nusantara. Berawal dari dapur-dapur tradisional Jawa, makanan ini telah menempuh perjalanan panjang hingga jadi simbol kuliner global. Artikel ini akan menelusuri asal-usul peyek udang, bagaimana ia berevolusi, dan apa yang membuatnya begitu digemari di seluruh dunia. BERITA BOLA
Akar Peyek Udang di Tanah Jawa: Asal Muasal Peyek Udang Yang Sudah Mendunia
Peyek udang berasal dari tradisi kuliner Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang dikenal dengan olahan tepung beras dan rempah sejak berabad lalu. Sekitar abad ke-19, masyarakat pesisir mulai mengolah udang segar—yang melimpah di laut Jawa—menjadi camilan tahan lama dengan mencampurkan adonan tepung beras, santan, dan bumbu seperti bawang putih serta ketumbar. Udang kecil atau rebon jadi pilihan utama karena harganya murah, sekitar Rp10.000 per kilogram di pasar tradisional saat itu, membuat peyek jadi makanan rakyat yang terjangkau.
Nama “peyek” sendiri konon berasal dari bahasa Jawa yang merujuk pada tekstur tipis dan renyah, mirip bunyi “kriuk” saat digigit. Awalnya, peyek dibuat untuk kebutuhan rumah tangga, disajikan sebagai pelengkap nasi atau camilan saat kenduri. Resep turun-temurun ini mengandalkan teknik menggoreng adonan tipis di wajan besar dengan minyak kelapa, menghasilkan aroma khas yang sulit ditolak. Hingga awal abad ke-20, peyek udang mulai dijual di pasar tradisional seperti Pasar Gede Solo dan Pasar Beringharjo Yogyakarta, menandai langkah awal keberadaannya sebagai komoditas kuliner.
Evolusi Peyek Menuju Pasar Global: Asal Muasal Peyek Udang Yang Sudah Mendunia
Pada pertengahan abad ke-20, peyek udang mulai menyebar ke kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, seiring migrasi penduduk Jawa dan berkembangnya perdagangan. Pedagang kaki lima mempopulerkannya sebagai jajanan murah, dengan harga Rp5.000 per 100 gram pada era 1980-an. Ketika pariwisata Indonesia mulai booming di tahun 1990-an, peyek udang jadi oleh-oleh wajib bagi turis yang berkunjung ke Bali dan Yogyakarta. Kemasan sederhana dari plastik atau daun pisang diganti toples plastik, meningkatkan daya tahan hingga tiga bulan tanpa pengawet.
Masuk era 2000-an, peyek udang mulai menarik perhatian pasar internasional, terutama di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, berkat diaspora Indonesia. Pada 2025, data ekspor menunjukkan peyek udang mencapai 20 negara, dengan pasar terbesar di Belanda, Australia, dan Amerika Serikat. Produsen UMKM, terutama dari Semarang dan Surabaya, kini memanfaatkan teknologi pengemasan vakum untuk menjaga kerenyahan, dengan biaya produksi per kilogram sekitar Rp50.000. Varian rasa seperti pedas cabai atau kari juga diperkenalkan untuk menyesuaikan selera global, tanpa menghilangkan esensi tradisionalnya.
Faktor Kesuksesan Peyek Udang di Kancah Dunia
Keberhasilan peyek udang mendunia tak lepas dari beberapa faktor kunci. Pertama, kesederhanaannya: bahan dasar seperti tepung beras, udang, dan rempah mudah didapat, menjadikannya camilan yang ekonomis namun kaya rasa. Satu toples 200 gram di pasar global dijual sekitar Rp80.000, kompetitif dibandingkan snack impor. Kedua, tekstur renyah dan umur simpan yang lama membuatnya cocok untuk ekspor dan oleh-oleh, terutama bagi turis yang mencari cita rasa autentik Indonesia.
Selain itu, promosi digital memainkan peran besar. Platform media sosial dan e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee mencatat peningkatan penjualan peyek udang hingga 40% sejak 2023, didorong oleh ulasan positif dan foto-foto estetik. Festival kuliner internasional, seperti Indonesia Food Expo di Amsterdam, juga memperkenalkan peyek udang sebagai “Indonesian crispy shrimp crackers” yang laris manis. Tak ketinggalan, restoran Indonesia di luar negeri mulai menyajikan peyek sebagai appetizer, memperluas eksposurnya. Faktor budaya juga membantu: peyek sering dikaitkan dengan keramahan Indonesia, membuatnya jadi hadiah yang bermakna.
Kesimpulan
Dari dapur sederhana di pesisir Jawa hingga meja makan di berbagai belahan dunia, peyek udang telah menempuh perjalanan luar biasa sebagai camilan yang mendunia. Akar tradisionalnya yang kuat, dipadukan dengan inovasi kemasan dan variasi rasa, membuatnya tetap relevan di tengah persaingan kuliner global. Dengan harga terjangkau dan cita rasa yang memikat, peyek udang bukan hanya makanan, tetapi juga duta budaya Indonesia. Di 2025, keberhasilan peyek udang mengingatkan kita bahwa kuliner lokal, meski sederhana, punya kekuatan untuk menyatukan selera dunia. Jadi, saat menikmati kriuk peyek udang, ingatlah cerita panjang di balik setiap gigitannya.